Sunday, January 23, 2011

Sadar Ku

 Di batas lelah…
Kuhentikan langkah hidup ini
Mungkin harusnya aku mengerti
Semua adanya dalam masa ini

Bila kubayangkan warna hidupku…
Ada saat Ku tenggelam
ada saat ku terbang
Kupastikan… kuhempaskan…..
Diriku di jalanan terang

Aku memang manusia Yang tak mungkin selalu putih
Aku pun tak ingin Terlukis hitam lagi
Dan… Biarlah hidup Berjalan apa adanya…

ya rabb…
kepasrahan menghampiriku…
semua itu tertelan rasa
tak kan terang bagiku
binggung aku menengada

apa ini…??
bingung…. bingung… bingung…
tak dapat ku meraba
tak dapat ku merasa

zinakah diriku rabb…
astaghfirullaah…

memang tak pantas pertanyakan padaMu…
tapi ku tak tau… datang darimana…
untuk apa… dan kenapa…

rabb..
yang putih biar tetap putih
Bukan kelabu apalagi hitam
Namun sang waktu terus berjalan
Dengan detiknya yang berisik
Bulan sabit sudah menjadi purnama
Namun sang peri kesepian masih dalam suasana duka gerhana
Senyumnya yang memudar mulai hilang dari angkasa
Astaghfirullaah… aloohumma rohmataka arju fa la takilni ila nafsi thorfata ‘ainin wa ashlih li sya’ni kullahu la ilaha illa anta.. aamiin..

Saturday, January 22, 2011

Rindu Kalbu

Aku berdiri, memandang jauh ke seberang samudera. Nyaris tidak melakukan apa-apa bahkan sama sekali tak mengedipkan mata, hingga ketika kurasakan sapaan lembut samudera. Ia menyentuh ujung jari-jari kakiku dan merembes mencapai mata kaki, kemudian surut. Begitulah berulang-ulang, menarik perhatianku. Dari kulitku yang basah menjalar kesejukan, mengalahkan terik matahari siang itu.

Kuperhatikan harmoni alam dengan kekaguman yang mungkin tanpa alasan jelas. Hanya sebuah pertanyaan mengapa ia sering kali terabaikan oleh manusia. Mengapa indra terpeka yang dimiliki setiap manusia tidak merasakan. Jutaan sel saraf yang dimiliki hanya merasakan perasaan-perasaan menyakitkan. Aku tertegun, dan sejenak merenung.

Inilah gadis yang sayapnya patah ketika baru akan terbang, yang terhempas jatuh di pulau antah-berantah, yang terjerat masa lalu yang pahit, merana dalam luka-luka dan bisa yang mengalir dalam pembuluhnya. Inilah aku, dengan hati bertoreh luka. Kusaksikan permainan waktu. Ku ikuti hari demi hari unik ku, ku pun tak tau apa yng terjadi esok hari itu.

Sebuah pesan yang tersampaikan bukan dalam aksara dan bahasa yang pernah kukenal. Nasihat yang terhanyut dalam samudera kehidupan. Bagaimana buih-buih samudera dalam debur ombak menghapus jejak-jejak kakiku yang tadi tertinggal di atas pasir. Menjadikannya hilang sama sekali. Mungkin, seperti itulah masa lalu yang tertinggal dihapus oleh waktu, memberi ruang buat masa depan yang lebih baik. Dan lebih baik lagi.

Ada pesan lain yang datang dari samudra, kali ini dalam goresan tinta dalam khayal benakku. Huruf-huruf lembut meliuk menyusun sebuah puisi nan indah.

Aku rindu Pada seorang yang tak pernah kukenal Yang hanya pernah kulihat pada lukisan awan Kudengar dari berita yang dibawa angin, dari seberang samudra Kusentuh ia seperti menyentuh air Tak bisa kumiliki. Aku merindukanmu …

Asa terakhir menjadi pena, dan rindu menjelma dalam tinta, menyisakan jejak-jejak rasa dalam hati. Ku menerawang jauh ke seberang lautan, tempat yang mungkin tak dapat kulihat tapi getar hatiku dapat merasakan getar lain dari sana, resonansi sepi dalam dua jiwa. Aku tersenyum, untuk pertama kalinya dalam beberapa hari terakhir. Sekejap segalanya menjadi lebih baik, ada kehangatan yang menyebar di hati.
Puisi itu terbang dalam jutaan sepih bagai debu ditiup angin. Tapi ia akan selalu terukir di hati, dan tak bosan ku menunggu atas jawaban puisi rinduku ini